Adab disini maksudnya pendidikan akhlak sedari dini kepada anak. Bagaimana bersikap benar dan berperilaku yang baik sesuai ketentuan Islam.
Karena jika kita berhasil membangun adab Islami kepada anak, akan mudah mengarahkan anak. Begitupun sebaliknya, tidak ada adab terpatri dikeseharian anak, akan menjadi bom waktu di kemudian hari.
Bagaimana menciptakan adab dalam mencari ilmu, simak kultwitnya 'Pilar itu Bernama Adab' berikut ini. Kutip ulang dari @bundanyaniq
***
Pilar itu Bernama Adab
Jika karakter berbeda dengan perilaku, berbeda pula dengan
kebiasaan dan bahkan tata krama maupun temperamen. Lalu apa yang dapat
kita lakukan untuk membangun karakter anak-anak kita? Langkah apa yang
dapat kita tempuh untuk melakukan pendidikan karakter jika pembiasaan (habituation/habit forming) tidak mempengaruhi karakter anak-anak kita, dirumah maupun sekolah?
Apa perbedaan antara karakter dan kebiasaan? Karakter itu serangkaian kualitas pribadi yang membedakannya dengan orang lain.
Ia menuntut adanya penghayatan nilai, proses mengindentifikasikan diri
dengan nilai-nilai yang diyakininya sehingga ia senantiasa berusaha agar
bersesuaian dengan nilai yang diyakininya dan pada akhirnya terjadi
karakterisasi diri.
Artinya, karakter merupakan proses yang berkelanjutan. Karakter memang cenderung menetap dan sulit diubah, tetapi bukan berarti sekali terbentuk tak mungkin berubah.
Dari karakter itulah -baik atau buruk- melahirkan berbagai
perilaku. Tetapi perilaku itu sendiri tidak dapat serta merta kita
katakan sebagai karakter.
Nah, perilaku yang berulang setiap hari dapat membentuk kebiasaan, meskipun sebagian hanya menjadi perilaku berulang (repeated behavior), yakni manakala perulangan perilaku tersebut terjadi semata karena takut terhadap ancaman.
Tidak muncul perilaku tersebut jika ancamannya hilang. Ini perlu
kita perhatikan agar kita tidak cepat-cepat merasa puas tatkala melihat
perilaku anak-anak kita.
Jangan sampai kita mengira anak-anak telah memiliki kebiasaan yang baik, padahal cuma perilaku berulang semata. Tidak lebih.
Ada pelajaran di sini. Karakter itu tidak terlepas dari keyakinan
bukan gambaran yang dapat memastikan karakter seseorang, kecuali jika
ada serangkaian perilaku lain yang searah.
Orang baik akan mudah tersenyum, tetapi murah senyum belum tentu
orang baik. Apalagi jika sekadar tersenyum. Bukankah para penipu
berhasil mengelabuhi orang lain justru karena senyumnya yang memukau?
Bukan karena raut muka yang menakutkan.
Lalu darimana kita memulainya? Izinkan saya menengok apa yang
ditulis oleh para ulama kita. Mengapa? Karena dalam perbincangan tentang
karakter, saya sangat kesulitan menemukan sosok yang dapat menjadi
model panutan.
Padahal ketika kita berbincang tentang budaya karakter, role model (sosok panutan) merupakan salah satu pilar penting. Apakah kita akan menjadikan Lawrence Kohlberg sebagai sosok panutan?
Padahal kita tahu, Bapak Pendidikan Karakter ini justru matinya mengenaskan. Ia mati bunuh diri dengan cara menenggelamkan diri karena krisis karakter.
Ini mirip dengan kematian Sigmund Freud. Meskipun bukan bunuh diri, tetapi Bapak Kesehatan Mental ini mati dengan cara eutanasia (suntik mati) atas permintaan sendiri akibat depresi yang ia alami.
Lalu istilah apa yang bersesuaian dengan karakter? Sepanjang yang
saya pahami, istilah Islam yang terdekat dengan karakter adalah akhlaq, bentuk jamak dari khuluq.
Khuluq adalah bentuk, sifat
dan nilai-nilai yang berada pada wilayah batin. Ini menarik untuk kita
cermati, sebab ketika kita memaksudkannya sebagai aspek lahiriyah, ia
adalah khalq.
Begitu Ibnu Manzhur menuturkan. Ia menunjukkan bahwa khuluq
-terpuji maupun tercela - akan tercermin dalam khalq yang berupa
perilaku dan sifat-sifat lahiriyah. Ini berarti pula bahwa yang harus
kita perhatikan bukan hanya perilaku yang tampak, tetapi apa-apa yang
darinya tercermin dalam bentuk perilaku.
Tentang kaitan antara akhlaq dan perilaku, Imam Al Ghazali menulis dalam Ihya' 'Ulumuddin,
"Akhlak merupakan ungkapan keadaan yang melekat pada jiwa dan darinya
timbul perbuatan-perbuatan dengan mudah tanpa perlu berpikir panjang dan
banyak pertimbangan."
Agar tak salah arah, marilah kita tengok pendapat dari Imam Qurthubi rahimahullah (600-671 H/1204-1273 M). Menurut Imam Qurthubi, akhlak
adalah adab atau tata krama yang dipegang teguh oleh seseorang sehingga
adab atau tata krama itu seakan menjadi bagian dari penciptaan dirinya.
Dalam peristilahan sekarang, adab meliputi manner & etiquettes (tata krama & etiket). Ia bukan sekadar serangkaian perilaku. Di dalamnya juga terkandung sikap.
Ini berarti proses pembentukan adab (ta'dib) memerlukan beberapa unsur, yakni menumbuhkan
sikap batin yang baik, melakukan serangkaian pembiasaan yang terkait,
menanamkan ilmu sehingga perilaku yang muncul sebagai kebiasaan bukan
hanya bersifat fisik dan mekanik, menumbuhkan motivasi serta menunjukkan
fadhilah dari adab tersebut. Wallahu a'lam bishawab.
Dalam Ta'limul Muta'allim karya Syaikh Burhanuddin Az Zurjani, adab
merupakan pilar utama menuntut ilmu. Agar seseorang dapat menuntut ilmu
dengan baik, hal pertama yang harus dimiliki oleh murid sekaligus
ditumbuhkan oleh guru adalah adab.
Proses pembentukan adab (ta'dib) merupakan tahap penting menyiapkan
murid menuntut ilmu sekaligus menumbuhkan akhlaq mulia dalam diri
mereka.
Adab merupakan pilarnya dan keyakinan pada dien merupakan fondasi
yang sangat penting. Keyakinan itu bersifat afektif. Bukan kognitif.
Jika keyakinan telah tumbuh, maka pemahaman secara kognitif akan
menguatkannya.
Sebaliknya tanpa menyadari dan meyakini, pemahaman yang mendalam
pun tidak mempengaruhi sikap, apalagi sampai ke perilaku. Nah, yang
terjadi sekarang, begitu masuk sekolah anak-anak langsung belajar.
Tak ada proses membentuk adab
pada diri mereka sehingga tak ada kesiapan belajar, pun tak ada bekal
awal untuk membentuk akhlak dalam diri mereka.
Begitu masuk sekolah, serta merta mereka harus belajar untuk tujuan
akademik sebelum sikap dan motivasi belajar mereka dibangun. Padahal sekolah seharusnya menyiapkan mereka terlebih dahulu untuk memiliki sikap dan motivasi belajar yang baik.
Ada proses perubahan yang terencana; dari segi mental mereka punya
motivasi akademik yang baik, sedangkan dari aspek tata krama dan etiket
mereka memiliki kesiapan belajar.
Bagusnya memudahkan belajar secara akademik, memudahkan pula
pembentukan akhlak. Menarik untuk kita renungkan bahwa Rasulullah SAW
diutus untuk menyempurnakan akhlak.
Tetapi apakah yang dilakukan di masa awal risalah dakwahnya? Bukan akhlak yang lebih dulu dibangun, tapi aqidah!
Apa artinya?
Akhlak merupakan cerminan keyakinan yang telah melekat kuat dalam
jiwa. Bukan karena bagusnya pemahaman, tetapi karena kuatnya
penghayatan.
Ia menyandarkan diri pada nilai-nilai tersebut dan berusaha secara
sengaja bertindak dan menjalani kehidupan sehari-hari sesuai apa yang ia
imani.
Boleh jadi seseorang adakalanya bertindak yang tidak sesuai dengan
keyakinannya, tetapi ia melakukannya bukan dengan ringan hati. Ia tetap
mengingkari perbuatannya dan berusaha agar sesuai dengan dien.
Ada yang perlu kita renungkan tentang pendidikan anak-anak kita. Ada yang harus kita kaji kembali apakah sekolah-sekolah kita sudah melaksanakan proses ta'dib secara sadar, sengaja dan terencana.
Jika ta'dib pun tidak, nyaris tak ada yang bisa kita harapkan. Dan
ini merupakan tanggung-jawab seluruh unsur sekolah, terlebih guru yang
setiap hari bertemu anak-anak.
Jika adab hanya menjadi tanggung jawab guru yang mengampu mata
pelajaran terkait agama dan budi pekerti, maka ketahuilah bahwa di
sekolah tersebut tak ada pendidikan.
Ia hanya lembaga kursus yang bernama sekolah. Dan ini bukan pendidikan yang sebenarnya (the real education). Semoga bulan depan kita dapat bertemu kembali untuk membincang ruang lingkup adab. Insya Allah.
Mohammad Fauzil Adhim
***
(AniqAds. #SyawalSale)
Facebook.com/AniqUniq - Twitter (@bundaniq)
0 comments:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !