Assalamu'alaikum Bund, tentu pernah mendengar Senjata Pemusnah Massal? Biasanya berbentuk ledakan tinggi atau zat kimia berbahaya
Dan berefek sangat menghancurkan. Biasa berada dalam kondisi peperangan.
Tapi sudah tahukah Bunda akan Senjata Pemusnah Remaja?
Tidak kalah mengerikan derita yang ditimbulkan. Tapi 'senjata' yang digunakan ini lebih halus, dan diterima oleh para remaja. Lho kok?
Yuk simak #NgtweetSantai kali ini 'Dari Rokok hingga Narkotika' dengan hashtag #PemusnahRemaja. Bismillah. Dikutip ulang dari akun twitter @bundanyaniq.
***
Dari Rokok hingga Narkotika
Alawy Yusianto bisa bernafas lega. Hari Senin (24/09/2012) siswa kelas X SMA 6 Jakarta ini baru saja menyelesaikan ujian sekolah. Ia bersama kelima temannya bermaksud melepas lelah dan mencari makan siang di sekitar Blok M, Jakarta Selatan. Namun, baru saja ia mencicipi makan siang, sekitar 20 orang pelajar dari SMA 70 datang menyerang.
Ia dan temannya kocar-kacir. Sayang, sebuah tebasan clurit ke dadanya tak berhasil dielakkan. Alawy jatuh terkapar bersimbah darah. Anak berumur 15 tahun ini akhirnya menemui ajal di Rumah Sakit Muhammadiyah Jakarta Selatan
Kerudung merah sang ibu tak mampu membendung suasana hati yang menghitam. Cerahnya langit pada hari Selasa (25/09/2012) tetap tak mampu menghibur mendungnya jiwa para kerabat Alawy di TPU Poncol Pedurenan, Tangerang. Tetesan air mata sang ibu, Endang Puji Astuti, tak terbendung lagi.
Masih basah tanah di pemakaman Alawy, tawuran pelajar kembali terjadi di kawasan Manggarai, Jakarta Selatan. Pelajar SMA Yayasan Karya 66, Denny Januar, meninggal dunia.
Menurut Seto Mulyadi, Ketua Komnas Perlindungan Anak Indonesia, budaya intimidasi senior terhadap junior di lingkungan sekolah menjadi faktor terjadi tawuran.
"Sebelum terjadi tawuran antar sekolah, konflik kekerasan di sekolah antara senior dan junior menjadi pemicu hadirnya tawuran," jelas pembuat karakter Si Komo ini kepada Karima, awal bulan November 2012 lalu.
Intimidasi itu, papar Seto, tak terlepas dari rasa dendam terhadap senior-senior terdahulu. "Akhirnya para junior ini ketika menjadi senior akan melampiaskan hal serupa pada junior-junior selanjutnya."
Intimidasi itu biasanya dimulai dari mabuk-mabukan, bolos sekolah, hingga disuruh memalak siswa lain. Seorang siswa yang tidak suka dipalak biasanya akan melawan. Dari sinilah muncul bibit-bibit tawuran pelajar.
Menurut data Komnas Anak, sudah 17 pelajar meninggal dunia akibat tawuran di wilayah Jabodetabek hanya dalam kurun waktu 1 Januari 2012 hingga 26 September 2012.
Masih dari data Komnas Anak, jumlah tawuran pelajar sudah memperlihatkan kenaikan pada enam bulan pertama tahun 2012. Bayangkan saja dari bulan Januari hingga Juni 2012, sudah terjadi 139 kasus tawuran di wilayah Jakarta. Sebanyak 12 kasus menyebabkan kematian. Sementara pada 2011, ada 339 kasus tawuran menyebabkan 82 anak meninggal dunia.
Sementara menurut komisioner Komisi Penyiaran Indonesia (KPI), Azimah Soebagio, budaya tawuran juga tidak terlepas dari pengaruh televisi, pornografi, dan narkotika. Ketiga hal ini menurutnya rangkaian permasalahan yang menjadi sumber rusaknya generasi muda.
"Pengaruh pornografi dan narkotika membuat seorang anak berpikir reaktif. Kemampuan analisis (berpikir panjang) menjadi hilang karena efek dari pornografi dan narkotika berdampak pada kinerja otak," katanya.
Perempuan yang juga aktif dalam pergerakan anti pornografi ini telah menemukan fakta tentang banyaknya ketertarikan anak pada pornografi, kekerasan, dan narkotika itu dimulai dari tontonan. "Akhirnya mereka tidak mau berpikir panjang ketika memutuskan sesuatu karena otak mereka sudah rusak dengan candu tontonan tersebut," jelas Azimah kepada Karima, Senin (12/11/2012).
Kondisi ini menurutnya semakin buruk dengan hadirnya tayangan televisi yang tidak terkontrol. Menurutnya bukan hanya film impor dari Amerika yang bermasalah, "Tayangan berita mengenai kekerasan, pemerkosaan, hingga pembunuhan juga sangat berpengaruh pada anak di bawah umur," tambah Azimah.
Lebih dari itu, corong lain perilaku kekerasan remaja memang ada pada narkotika. Namun, pintu menuju narkotika juga dimulai dari kebiasaan rokok. Itulah pengalaman Nur Hardiansyah, mantan ketua Forum Lingkar Pena Depok 2006 yang juga pernah aktif di dunia musik underground
"Kalau enggak merokok sepertinya tidak lengkap di mata teman-teman," jelas lelaki yang biasa dipanggil Cirex ini.
Ia mulai merokok pada saat duduk di SMP. Ketika itu hobinya bermusik tidak bisa dilepaskan dari merokok.
Cirex yang sudah meninggalkan kegemarannya pada musik bertema cepat dan keras ini mencatat, bahwa antara musik, rokok, dan narkotika memang seolah tidak bisa dipisahkan. "Kalaupun seorang anak tidak memakai heroin, rokok tetap menjadi pintu remaja gue untuk mengkonsumsi ganja saat itu," kenangnya.
Begitulah, secara praktis permasalahan kekerasan remaja merupakan masalah yang tidak bisa dilepaskan dari pengaruh lainnya. Kekerasan remaja, pornografi, narkotika adalah satu bagian senjata yang memang disiapkan untuk merusak generasi Islam di Indonesia.
"Ini memang sebuah agenda perusakan remaja yang sudah tersistem," jelas Elly Risman dari Yayasan Kita dan Buah Hati terkait fakta-fakta tersebut.
Data Komisi Nasional Perlindungan Anak menunjukkan selama tahun 2008 hingga 2012 jumlah perokok anak di bawah umur 10 tahun di Indonesia mencapai 239.000 orang. Sedangkan jumlah perokok anak antara usia 10 hingga 14 tahun mencapai 1,2 juta orang.
Lebih menyedihkan lagi, berdasar penelusuran tim Karima, ternyata dari 10 warung penjual rokok, semuanya mengizinkan anak berumur enam tahun untuk membeli rokok tanpa ditemani orangtuanya.
Majalah Karima | Muharram 1434 H / Desember 2012, Hal 17 - 18
0 comments:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !