Jadilah
Pemberani
Ahad, 26 Muharram 1437 H - 08 November 2015
Seorang anak terlahir dari Ibu yang buta huruf. Pada saat
anak itu berumur dua tahun sang Ayah menceraikan ibunya, lalu pergi entah
kemana meninggalkan si anak dengan delapan saudara lainnya. Sebelumnya, ibunya
sudah menikah dua kali, jadi itu adalah perceraian yang ketiga kalinya.
Adal hal yang kerap membuat anak ini sedih.Pada saat
pembagian buku raport di sekolah, semua temannya diantar oleh bapaknya,
sebagian lagi diantar ibunya. Sedangkan ia tidak diantar siapapun. Bahkan saat
kelas 1 SMP dialah yang mengambil rapor adiknya.
Si anak berpisah dengan ayahnya saat berumur dua tahun, ia
lupa sosok sang Ayah. Kepada ibunya ia sering bertanya seperti apa wajah
ayahnya, dan menanyakan kemana ayahnya pergi. Ingin sekali ia bertemu dan mencarinya.
Namun apa jawaban ibunya. “Nak, sudahlah tak usah sibuk
cari bapakmu, kamu belajar saja yang rajin agar pinter. Kalau kamu jadi orang
nanti bapakmu yang akan cari kamu!” Kata-kata tersebut rupanya sangat membekas.
Kata-kata ibunya itu menjadi penyemangat. Si anak kemudian
memiliki cita-cita yang sangat tinggi, ingin menjadi seorang astronot. Keadaan
dirinya dan keluarganya tak membuatnya rendah diri. Ibunya yang tak pernah
sekolah itu selalu menghembuskan semangat.
“Nak, jadilah orang pemberani. Orang yang berani bukan yang
turun ke jalan, demo, atau di penjara, tapi orang yang siap menerima
kenyataan,” ujar sang ibu.
Waktu terus berputar. Tak sekadar bercita-cita kosong, anak
itu berusaha keras mewujudkannya. Ia belajar dengan tekun, hingga diterima di
Universitas favorit di negeri ini. Ia pun berusaha keras agar bisa lulus dengan
cepat, karena saat itu ibunya sedang sakit keras.
Ia ingin ibunya melihat saat ia diwisuda. Jenjang S1 hanya
ditempuh dalam waktu 3,5 tahun. Namun sayang, saat ia lulus sarjana, ibunya
telah meninggal dunia.
Namun, ia tetap ingin mewujudkan harapan ibunya supaya bisa
menjadi orang yang sukses. Ia mendapat beasiswa S2 dan S3nya di Perancis. Kedua
jenjang itu juga ia selesaikan dalam waktu cepat. Ia mendapat gelar Profesor di
usia 33 tahun dan menjadi salah seorang dari tujuh Profesor termuda di dunia.
Siapakah tokoh tersebut? Dialah Prof Dr Firmanzah. Ia
menjadi Dekan di FE UI di usia 32 tahun dan kini menjadi Staf Khusus Presiden
RI di Bidang Ekonomi.
Kisah tersebut memberi pembelajaran berharga, bahwa
kesuksesan sesungguhnya hak semua anak. Tak peduli apa pun keadaannya, semua
berhak untuk mencapai puncak prestasi. Namun, ada yang berani menerima keadaan
lalu berusaha untuk maju, tapi ada juga yang menyalahkan keadaan sebagai
penghalang kesuksesannya.

Di sinilah peran ayah atau ibu untuk memberikan motivasi
dan inspirasi agar anak tidak terbelenggu oleh keadaan, namun berani menatap ke
depan dan berani bercita-cita.
Dari tokoh di atas kita belajar bahwa meski ia layak
disebut anak broken home, namun ia memilih untuk tidak menyalahkan keadaan. “Apabila
kita sudah mampu menerima kenyataan barulah kita mampu untuk maju ke depan,”
ujarnya.
Hingga kini, Profesor yang pengagum Rasulullah Shallahu
Alaihi Wassalam ini belum pernah bertemu dengan sang Ayah. Menurutnya,
kerinduan akan seorang Ayah tak tergantikan. Tak ada kemarahan dalam hatinya.
Ia ingin terus berbuat, moto hidupnya; “Sebaik-baik orang
adalah yang bermanfaat bagi orang lain. Jabatan ini hanya bermanfaat jika
berfaedah bagi orang lain.”
Penulis buku Mendidik Karakter dengan Karakter
Suara
Hidayatullah, Desember 2012 – Muharram 1434 H, Hal 67
***
(AniqAds. Anique 01)
Facebook.com/Anique - Twitter (@bundanyaniq)
0 comments:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !