Menyesal Saat Sakaratul Maut
Kamis, 30 Muharram 1437 H - 12 November 2015Alkisah seorang sahabat bernama Sya’ban RA.
Ia adalah seorang sahabat yang tidak menonjol dibandingkan sahabat – sahabat yang lain. Ada suatu kebiasaan unik dari beliau yaitu setiap masuk Masjid sebelum
sholat berjamaah dimulai dia selalu beritikaf di pojok depan Masjid.
Dia mengambil posisi di pojok bukan karena supaya mudah senderan atau
tidur, namun karena tidak mau mengganggu orang lain dan tak mau
terganggu oleh orang lain dalam beribadah. Kebiasaan ini sudah
dipahami oleh sahabat bahkan oleh RasululLah Shallallahu `alaihi Wa
Sallam, bahwa Sya’ban RA selalu berada di posisi tersebut termasuk saat
sholat berjamaah.
Suatu pagi saat sholat Subuh berjamaah akan
dimulai RasululLah Shallallahu `alaihi Wa Sallam mendapati bahwa Sya’ban
RA tidak berada di posisinya seperti biasa. Rasul Shallallahu `alaihi Wa Sallam pun bertanya kepada jemaah yang hadir apakah ada yang melihat Sya’ban RA.
Namun tak seorangpun jemaah yang melihat Sya’ban RA. Sholat subuh pun ditunda sejenak untuk menunggu kehadiran Sya’ban RA. Namun yang ditunggu belum juga datang. Khawatir Sholat Subuh kesiangan, Rasul Shallallahu `alaihi Wa Sallam
memutuskan untuk segera melaksanakan Sholat Subuh berjamaah.
Rasul Shallallahu `alaihi Wa Sallam bertanya lagi apa ada yang mengetahui di mana rumah Sya’ban RA. Kali ini seorang Sahabat mengangkat tangan dan mengatakan bahwa dia mengetahui persis di mana rumah Sya’ban RA.
RasululLah Shallallahu `alaihi Wa Sallam yang khawatir terjadi sesuatu
dengan Sya’ban RA meminta diantarkan ke rumah Sya’ban RA. Perjalanan dengan jalan kaki cukup lama ditempuh oleh Rasul Shallallahu
`alaihi Wa Sallam dan rombongan sebelum sampai ke rumah yang dimaksud.
Rombongan Rasul Shallallahu `alaihi Wa Sallam sampai ke sana saat waktu afdol untuk sholat Dhuha (kira-kira 3 jam perjalanan). Sampai di depan rumah tersebut beliau Shallallahu `alaihi Wa Sallam mengucapkan salam.
Dan keluarlah seorang wanita sambil membalas salam tersebut. “Benarkah ini rumah Sya’ban RA?” Rasul Shallallahu `alaihi Wa Sallam bertanya.
“Ya benar, saya istrinya” jawab wanita tersebut. “Bolehkah kami menemui Sya’ban RA, yang tadi tidak hadir saat Sholat Subuh di Masjid?” .
InnaliLahi wainna ilaihirojiun…SubhanalLah , satu – satunya penyebab dia tidak solat Subuh berjamaah adalah karena ajal sudah menjemputnya….
Beberapa saat kemudian istri Sya’ban bertanya kepada Rasul Shallallahu `alaihi Wa Sallam “Ya Rasul ada sesuatu yang jadi tanda tanya bagi kami semua, yaitu
menjelang kematiannya dia berteriak tiga kali dengan masing – masing
teriakan disertai satu kalimat. Kami semua tidak paham apa maksudnya”.
“Apa saja kalimat yang diucapkannya?” tanya Rasul Shallallahu `alaihi Wa Sallam . Di masing – masing teriakannya dia berucap kalimat
“ Aduuuh kenapa tidak lebih jauh……”
“ Aduuuh kenapa tidak yang baru……. “
“ Aduuuh kenapa tidak semua……”
Rasul Shallallahu `alaihi Wa Sallam pun melantukan ayat yang terdapat dalam surat Qaaf (50) ayat 22 yang artinya: “Sesungguhnya kamu berada dalam keadaan lalai dari (hal) ini, maka Kami singkapkan dari padamu hijab (yang menutupi) matamu, maka penglihatanmu pada hari itu amat tajam “
Saat Sya’ban RA dalam keadaan sakratul maut… perjalanan hidupnya ditayangkan ulang oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala .
Bukan cuma itu, semua ganjaran dari perbuatannya diperlihatkan oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala . Apa yang dilihat oleh Sya’ban RA (dan orang yang sakratul maut) tidak bisa disaksikan oleh yang lain.
Dalam pandangannya yang tajam itu Sya’ban RA melihat suatu adegan di
mana kesehariannya dia pergi pulang ke Masjid untuk sholat berjamaah
lima waktu.
Perjalanan sekitar 3 jam jalan kaki sudah tentu
bukanlah jarak yang dekat. Dalam tayangan itu pula Sya’ban RA
diperlihatkan pahala yang diperolehnya dari langkah – langkah nya ke
Masjid.
Dia melihat seperti apa bentuk sorga ganjarannya. Saat melihat itu dia berucap: “ Aduuuh kenapa tidak lebih jauh……”
Timbul penyesalan dalam diri Sya’ban RA, mengapa rumahnya tidak lebih jauh lagi supaya pahala yang didapatkan lebih banyak dan sorga yang didapatkan lebih indah.
Dalam penggalan berikutnya Sya’ban RA melihat saai ia akan berangkat Sholat berjamaah di musim dingin. Saat ia membuka pintu berhembuslah angin dingin yang menusuk tulang. Dia masuk kembali ke rumahnya dan mengambil satu baju lagi untuk dipakainya. Jadi dia memakai dua buah baju.
Dalam perjalanan ke tengah Masjid dia menemukan seseorang yang terbaring kedinginan dalam kondisi yang mengenaskan. Sya’ban RA pun iba , lalu segera membuka baju yang paling luar dan
dipakaikan kepada orang tersebut dan memapahnya untuk bersama – sama ke Masjid melakukan Sholat berjamaah.
Orang itu pun terselamatkan dari mati kedinginan dan bahkan sempat melakukan Sholat berjamaah. Sya’ban RA pun kemudian melihat indahnya sorga yang sebagai balasan memakaikan baju bututnya kepada orang tersebut.
Kemudian dia berteriak lagi : “ Aduuuh kenapa tidak yang baru……. “ Timbul lagi penyesalan di benak Sya’ban RA. Jika dengan baju butut saja bisa mengantarkannya mendapat pahala yang
begitu besar, sudah tentu ia akan mendapat yang lebih besar lagi
seandainya ia memakaikan baju yang baru.
Berikutnya Sya’ban RA
melihat lagi suatu adegan saat dia hendak sarapan dengan roti yang
dimakan dengan cara mencelupkan dulu ke segelas susu. Bagi yang pernah
ke tanah suci sudah tentu mengetahui sebesar apa ukuran roti arab
(sekitar 3 kali ukuran rata-rata roti Indonesia).
Ketika baru saja
hendak memulai sarapan, muncullah pengemis di depan pintu yang meminta
diberikan sedikit roti karena sudah lebih 3 hari perutnya tidak diisi
makanan. Melihat hal tersebut , Sya’ban RA merasa iba .
Ia kemudian membagi dua roti itu sama besar, demikian pula segelas susu itu pun dibagi dua. Kemudian mereka makan bersama – sama roti itu yang sebelumnya dicelupkan susu , dengan porsi yang sama…
Allah Subhanahu wa Ta'ala kemudian memperlihatkan …. ganjaran dari perbuatan Sya’ban RA dengan sorga yang indah. Demi melihat itu diapun berteriak lagi: “ Aduuuh kenapa tidak semua……”
Sya’ban RA kembali menyesal .
Seandainya dia memberikan semua roti itu kepada pengemis tersebut tentulah dia akan mendapat sorga yang lebih indah
MasyaAllah, Sya’ban bukan menyesali perbuatannya, tapi menyesali mengapa tidak optimal. Sesungguhnya semua kita nanti pada saat sakratul maut akan menyesal
tentu dengan kadar yang berbeda, bahkan ada yang meminta untuk ditunda
matinya karena pada saat itu barulah terlihat dengan jelas …konsekwensi
dari semua perbuatannya di dunia.
Mereka meminta untuk ditunda
sesaat karena ingin bersedekah. Namun kematian akan datang pada waktunya, tidak dapat dimajukan dan tidak dapat diakhirkan
Sering sekali kita mendengar ungkapan – ungkapan berikut :
“ Sholat Isya berjamaah pahalanya sama dengan sholat separuh malam”
“ Sholat Subuh berjamaah pahalanya sama dengan sholat sepanjang malam”
“ Dua rakaat sebelum Shubuh lebih baik dari pada dunia dan isinya”
Namun lihatlah Masjid tetap saja lengang dan terasa longgar. Seolah kita tidak percaya kepada janji Allah Subhanahu wa Ta'ala .
Mengapa demikian? Karena apa yang dijanjikan Allah Subhanahu wa Ta'ala itu tidak terlihat oleh mata kita pada situasi normal. Mata kita tertutupi oleh suatu hijab. Karena tidak terlihat, maka yang berperan adalah iman dan keyakinan bahwa janji Allah Subhanahu wa Ta'ala tidak pernah meleset.
Allah Subhanahu wa Ta'ala akan membuka hijab itu pada saatnya. Saat ketika nafas sudah sampai di tenggorokan….
Sya’ban RA telah menginspirasi kita bagaimana seharusnya menyikapi janji Allah Subhanahu wa Ta'ala tersebut. Namun ternyata dia tetap menyesal sebagaimana halnya kitapun juga akan menyesal. Namun penyesalannya bukanlah sia – sia.
Penyesalannya karena tidak melakukan kebaikan dengan optimal….. Mudah-mudahan kisah singkat ini bermanfaat bagi kita semua dalam
mengarungi sisa waktu yang diberikan Allah Subhanahu wa Ta'ala kepada
kita.
Dan mari kita berdo’a semoga Allah Subhanahu wa Ta'ala
memberi kita kekuatan untuk melakukan sebaik, bahkan lebih baik dari
pada apa yang dilakukan oleh Sya’ban RA…
Aamiin...
Ustadz Muhammad Fathurrahman Abu Rabbani
0 comments:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !