Saat Anak Berbohong
Written By Admin on Aug 4, 2019 | 9:28 AM
Saat Anak Berbohong
Oleh : Ida S. Widayanti
Seorang anak remaja berusia 16 tahun diminta mengantar Ayahnya ke kota untuk mengikuti sebuah acara. Mereka tinggal di sebuah kebun tebu dan harus menempuh jarak 29 kilometer untuk sampai kota.
Tentu saja anak lelaki tersebut sangat gembira jika ada kesempatan keluar dari desanya. Ia bisa berkunjung ke kediaman temannya atau menonton film di bioskop.
Setibanya di tempat acara, ayahnya meminta anak tersebut untuk mengerjakan pekerjaan yang lama tertunda yaitu memperbaiki mobil di bengkel.
Lalu ia berpesan, “Ayah tunggu di sini pukul lima sore, lalu kita akan pulang ke rumah bersama-sama.” Anak itu segera menyelesaikan pekerjaan yang diperintahkan ayahnya.
Mengingat masih ada waktu, anak tersebut pergi ke bioskop. Ia larut dalam dua film yang memikat hatinya hingga ia lupa waktu. Saat melihat jam waktu sudah menunjukkan pukul 17.30.
Ia langsung menuju bengkel mobil dan segera menjemput ayahnya yang sudah menunggunya selama 30 menit.
Sang Ayah mempertanyakan keterlambatannya. Karena sangat malu untuk mengakui perbuatannya, ia berkata, “Tadi mobilnya belum siap sehingga saya harus menunggu.”
Ia tidak menyangka bahwa ayahnya telah menelepon bengkel mobil itu, sehingga mengetahui kalo anaknya berbohong.
Apa yang kemudian dikatakan ayahnya sungguh mengagetkan anaknya. “Ada sesuatu yang salah dalam membesarkanmu sehingga kamu tidak memiliki keberanian untuk menceritakan kebenaran kepada Ayah. Untuk menghukum kesalahan sendiri ini, ayah akan pulang ke rumah dengan berjalan kaki.”
Hari sudah malam saat Ayah anak laki-laki tersebut berjalan kaki menuju ke rumahnya, yang kadang naik turun. Anaknya tentu tidak bisa meninggalkan ayahnya, sehingga selama 5 jam ia mengendarai mobil pelan-pelan di belakang sang Ayah.
Ia melihat penderitaan yang dialami oleh Ayahnya hanya karena KEBOHONGAN yang dilakukannya. Hal itu membuatnya sedih dan ia berjanji tidak akan mengulanginya.
Peristiwa itu begitu membekas dalam sanubarinya, sehingga ia berbagi kisah ini. “Sering kali saya berpikir mengenai episode ini dan merasa heran.
Seandainya Ayah menghukum saya sebagaimana kita menghukum anak-anak kita, maka apakah saya akan mendapatkan sebuah pelajaran mengenai tanpa kekerasan?
Saya kira tidak. Saya akan MENDERITA atas hukuman itu melakukan hal yang sama lagi.
Tetapi, hanya dengan satu tindakan tanpa kekerasan yang sangat luar biasa saya merasa kejadian itu baru saja terjadi kemarin. Itulah KEKUATAN TANPA KEKERASAN.”
Kisah Arun Gandhi, cucu Mahatma Gandhi, tokoh terkenal di India tersebut ada relevansinya dengan hasil penelitian dua orang professor yang menyatakan bahwa anak yang DI DIDIK DENGAN KEKERASAN dan MEMBERI HUKUMAN (Hard Disicpline) akan CENDERUNG BERBOHONG daripada anak-anak yang di didik dalam lingkungan yang kondusif.
Anak-anak dalam masa perkembangannya, kerap melakukan kebohongan bisa karena MALU atau INGIN MEMBELA DIRI.
Orang tua atau guru punya banyak pilihan apakah menghukumnya dengan kekerasan atau memilih seperti Ayah Arun Gandhi.
Semoga kita selalu dibimbing oleh Allah Ta’ala dalam mendidik anak-anak kita. [Selesai]
Sumber : Suara Hidayatullah, April 2013
0 comments:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !