Waktu Kita untuk Anak
Ahad, 10 Syawal 1436 H - 26 Juli 2015
Aniquniq.com (@bundanyaniq) - Karena terobsesi menjadi orangtua yang baik, seorang Ayah mengambil cuti di luar tanggungan perusahaan. Sebelumnya, ia sangat sibuk dan tak ada waktu untuk anak-anaknya.
Kini saat anak sulungnya akan memasuki dunia remaja, ia memutuskan untuk menjadi Ayah purna waktu (full time). Ia khawatir anaknya terseret pergaulan bebas, peminum alkohol, atau pecandu narkoba.
Saat kantornya memberi izin, si Ayah mulai menjalankan perannya. Ia terpaksa memberhentikan sopirnya, karena ingin dirinya yang mengantar semua anaknya ke sekolah.
Ia pun sukarela memasak dan menyiapkan sarapan anak-anaknya. Di saat-saat tertentu ia juga membelikan makanan kesukaan anak-anaknya.
Menurut laki-laki tersebut, sebulan berjalan sempurna, anak-anak begitu senang dengan kehadiran Ayahnya.
Bulan kedua masih mulus. Namun, bulan berikutnya si anak sering memilih berada di kamar. Akhirnya si Ayah mengajak anaknya berbicara serius. Jawaban anak-anaknya cukup mengagetkan,
"Ayah, kenapa tidak kembali bekerja?
Ayah tidak bosan di rumah terus? Ayah tak perlu berusaha menjadi Ayah ideal dengan cara seperti itu. Kami tidak ingn sebagai anak membuat ayah seperti terpenjara!"
Kisah tersebut cukup unik tentang pikiran seorang Ayah yang ingin menjadi orangtua terbaik sehingga memberika seluruh waktunya untuk anak-anak.
Namun sayang, ternyata anak-anak yang sudah remaja itu malah merasa terganggu. Tiba-tiba si Ayah ada di setiap sisi kehidupan mereka. Mulai pagi, siang saat pulang sekolah, bahkan saat kumpul dengan teman sekolah mereka.
Saat terbaik berdekatan dengan anak adalah saat mereka benar-benar membutuhkannya, khususnya ketika anak-anak tak berdaya.
Saat bayi dan awal kanak-kanak itulah masa anak membutuhkan, bukan saja kualitas namun juga kuantitas waktu bersama kedua orangtuanya.
Anak memerlukan orang lain untuk membantunya makan, mengganti pakaian, berkomunikasi, bahkan untuk berjalan. Saat itulah perlu ayah-ibu yang terus menemaninya.
Jika ayah dan ibu dekat dengan anak di masa-masa itu, maka seperti sedang menanamkan microchip di pikiran anak.
Kedekatan dan pengaruh ayah-ibu akan tertanam dalam akar pikirannya sehingga akan senantiasa hidup di benak si anak.
Dengan bertambahnya usia, kemampuan anak terus bertambah, kebutuhan akan kuantitas waktu dengan orangtua akan berkurang. Terlalu banyak intervensi orangtua malah akan menghambat pertumbuhan kemandirian anak.
Fenomena saat ini justru sebaliknya. Di awal pernikahan, saat anak-anak masih kecil, justru banyak para ayah yang sibuk meniti karir. Banyak ayah tak sempat bermain dengan anak, membacakan buku, memeluk, dan mencium saat akan tidur.
Sesungguhnya anak-anak tidak menginginkan 100 persen waktu orangtua agar bersama mereka. Sebab, untuk anak yang mulai remaja mereka memerlukan teman seusia (peer group).
Rasulullah SAW adalah sosok yang sangat dikenal dekat dengan anak-anaknya sejak masih balita. Tak hanya dekat dengan anak kandung atau cucu, namun juga berkesan di hati anak tirinya.
Dikisahkan Hindun anak tiri Rasulullah SAW; "Akulah orang yang memiliki ayah terbaik, ibu terbaik, saudara terbaik. Ayahku Muhammad, ibuku Khadijah, saudaraku Qasim dan Fathimah."
Ida S. Widayanti
Penulis Buku Serial Catatan Parenting, Mendidik Karakter dengan Karakter
Pendidik,
tinggal di Grobogan, Jawa Tengah
Suara
Hidayatullah Edisi Desember 2012 – Muharram 1434, Hal 70 - 71
ooOoo
oooO Kunjungi Fans Page Aniq Uniq Group Oooo
- Aniq Uniq (Prime Fans Page)
- Distributor Cutetrik (Distributor Resmi Cutetrik)
- Koko Ana Jakarta Selatan (Distributor Resmi Ana Fashion)
- Dinnary Jakarta (Distributor Resmi Dinnary Hijab)
0 comments:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !