Bismillah, Assalamu'alaikum Bund, lagi pada ngapain nih? Mau berbagi sedikit terkait mendidik #AnakSholeh. Cara mendidik mengelola uang.
#Ngtweetsantai 'Ajari Mereka Belanjakan Harta'. Dengan hashtag #Tasharruf. Disimak yuk. Dikutip ulang dari akun twitter (@bundanyaniq). Di follow yah.
***
Ajari Mereka Belanjakan Harta
Jum'at, 22 Syawal 1436 H - 8 Agustus 2015
aniquniq.com - Kitalah yang bertanggungjawab mengantarkan anak-anak agar kelak menjadi manusia yang benar-benar mampu menunaikan bebanan syariat (taklif). Salah satu perkara yang harus kita persiapkan pada diri mereka adalah kemampuan membelanjakan harta (Tasharruf ) secara bertanggung jawab. Tidak terjatuh pada tabdzir, tidak pula tergelincir pada sikap ketat berlebihan.
Kemampuan mengendalikan diri, menumbuhkan himmah (passion, hasrat besar) kepada akhirat dan bukannya pada dunia. Di sisi lain, keterampilan mengatur keuangan secara bertanggung jawab merupakan sebagian tugas penting pendidik untuk mewujudkannya pada diri murid.
Anak-anak harus mengilmui tentang perkara ini. Para pendidik melatih mereka bukan hanya dengan membatasi jumlah uang yang boleh mereka bawa dan miliki. Lebih dari itu, juga melatih anak agar memiliki cara pandang yang sesuai dengan tuntunan Allah Subhanahu Wa Ta'ala dan RasulNya.
Membatasi jumlah uang yang boleh mereka miliki memang bermanfaat untuk melatih mereka menahan diri dari hal-hal yang menggiurkan. Ini merupakan bekal penting. Tetapi tanpa menata hasrat mereka terhadap dunia, tanpa membangun orientasi hidup yang baik, pembatasan jumlah uang hanyalah semacam karantina. Bila sewaktu-waktu dilepas akan membuat mereka seperti singa lapar bertemu makanan.
Mari kita ingat sejenak Sabda Nabi SAW:
مَنْ كَانَ هَمُّهُ الآخِرَةَ؛ جَمَعَ اللهُ شَمْلَهُ، وَجَعَلَ غِنَاهُ
فِيْ قَلْبِهِ، وَأَتَتْهُ الدُّنْيَا وَهِيَ رَاغِمَةٌ، وَمَنْ كَانَتْ
نِيَّتُهُ الدُّنْيَا؛ فَرَّقَ اللهُ عَلَيْهِ ضَعْيَتَهُ، وَجَعَلَ
فَقْرَهُ بَيْنَ عَيْنَيْهِ، وَلَمْ يَأْتِهِ مِنَ الدُّنْيَا إِلاَّ مَا
كُتِبَ لَهُ
"Barangsiapa yang himmah (passion, hasrat kuat)nya adalah negeri akhirat, Allah akan mengumpulkan kekuatannya, menjadikan kekayaan di hatinya, dan dunia akan mendatanginya dalam keadaan hina. Namun barangsiapa yang niatnya mencari dunia, Allah akan menceraiberaikan urusan dunianya, dan menjadikan kefakiran di antara kedua pelupuk matanya, dan dunia tidak akan menghampirinya kecuali sebesar apa yang telah ditakdirkan baginya." (Riwayat Ibnu Majah, Ahmad, Al-Baihaqi, Ibn Hibban, Ad Damiri; shahih)
Pertanyaannya, kampung akhiratkah yang menjadi impian anak-anak kita di sekolah Islam? Ataukah kita lalai menumbuhkan kecintaan kepada akhirat karena hanya sibuk mengejar prestasi? Padahal, andaikata anak-anak itu kuat keyakinannya kepada Allah SWT dan memiliki penjagaan diri serta pengendalian diri yang baik, maka mereka akan bersungguh-sungguh terhadap hal-hal yang bermanfaat baginya.
Jadi, ada tiga hal penting yang mempengaruhi kemampuan anak mentasharruf-kan harta sesuai tuntunan, yakni ilmu, keterampilan yang didapatkan dari latihan, serta adanya orientasi yang benar terhadap harta.
Selain melatih mereka untuk menahan diri - di banyak sekolah berasrama menerapkan pembatasan kepemilikan uang perhari atau per pekan - penting juga untuk sering-sering mengajak mereka berdialog sehingga mereka mampu merasakan dan menghayati prioritas belanja. Pendamping asrama perlu mengajak anak berbicara tentang barang-barang atau makanan yang mereka beli.
Ilmu tentang hak dan kewajiban terhadap harta akan menjadikan mereka mengerti. Tetapi sikap yang baik dan kepekaan dalam menggunakan harta secara tepat hanya akan tumbuh melalui latihan, pendampingan, dan pengalaman. Sesungguhnya bersama kesulitan ada berbagai kemudahan, kecuali jika kita tidak bersabar menghadapi, tidak pula mengilmui.
Jika anak tidak disibukkan oleh urusan konsumtif, maka hatinya akan lebih tenang dalam belajar. Jika anak tidak sibuk bersaing penampilan maupun benda yang ia miliki di hadapan teman-temannya, maka perhatiannya terhadap ilmu akan tercurah lebih besar. Orientasi studi akan terjaga dan mereka tidak banyak menghabis-habiskan waktu, tenaga dan uang untuk hal yang tidak penting.
Kita perlu bimbing anak-anak agar memiliki konsumerisme (kemampuan membelanjakan harta menurut pertimbangan yang sehat dan tepat). Bukan konsumtivisme, yakni kecenderungan untuk menuruti apa saja yang menjadi keinginannya.
Peran Pendidik
Terkait tanggung-jawab terhadap harta, para pendidik harus secara berkesinambungan mengingatkan, mengajarkan dan mengajak murid untuk menghayati Sabda Nabi SAW tentang empat perkara yang kelak akan ditanyakan di Yaumil Qiyamah.
Rasulullah SAW Bersabda; "Tidaklah bergeser kedua kaki seorang hamba (menuju batas shiratal mustaqim) sehingga ia ditanya tentang umurnya, untuk apa ia habiskan, ilmunya untuk apa ia amalkan, hartanya darimana ia peroleh dan kemana ia habiskan, dan badannya untuk apa ia gunakan." (Riwayat Tirmidzi dan Ad Darimi).
Khusus terkait dengan pembicaraan kita tentang sikap terhadap harta, ada satu hal yang harus senantiasa kita ingatkan agar mereka memiliki kehati-hatian yang tinggi. Kita perlu terus menerus menumbuhkan rasa takut pada diri mereka tentang Hari Akhir ketika mereka harus mampu mempertanggungjawabkan darimana ia memperoleh harta dan kemana ia membelanjakan hartanya.
Dua-duanya harus benar. Membelanjakan harta untuk perkara yang benar, tetapi mendapatkannya dari sumber yang haram, maka tak ada yang layak baginya kecuali api neraka. Begitu pun sebaliknya, meski halal sumbernya dan bersih caranya, tetapi ia tetap berkewajiban untuk membelanjakan harta di jalan yang benar, untuk tujuan yang benar. Dan ini, harus kita mulai dari sekolah, meski tentu saja orangtua tetap bertanggung-jawab penuh.
Allah SWT Berfirman; "Kemudian kamu pasti akan ditanyai pada hari itu tentang kenikmatan (yang kamu megah-megahkan di dunia itu)" (Qs. At Takaatsur [102]: 8)
Sepele tampaknya, tapi sering terjadi dan dianggap biasa sehingga lama-lama tak merasa berdosa, salah satunya adalah ghashab (menggunakan harta orang lain tanpa hak). Jika itu banyak terjadi, maka cukuplah sebagai petunjuk bahwa murid masih belum memiliki rasa takut terhadap yang haram. Ini merupakan peringatan agar kita berusaha lebih serius menanamkan kehati-hatian pada anak terhadap perkara yang haram maupun syubhat.
Hari ini, kewajiban menanamkan kehati-hatian dalam masalah halal-haram terasa semakin mendesak. Rasulullah SAW mengingatkan kita, "Nanti akan datang suatu masa, di masa itu manusia tidak peduli darimana harta itu ia peroleh, apakah dari yang halal ataukah dari yang haram." (Riwayat Bukhari).
Maka, mengajari mereka membelanjakan harta dengan benar sesuai haknya menurut syariat, selain sebagai bagian penting dari proses pembentukan adab, juga merupakan bekal berharga dalam mengantarkan mereka menjadi manusia dewasa masa depan.
Kemampuan men-tasharruf kan harta sangat penting bagi proses ta'dib bersebab lurusnya mereka dalam urusan harta, berpengaruh pada sikap mereka terhadap ilmu dan dien.Wallahu a'lam bish shawab
Ustadz Mohammad Fauzil Adhim
Suara Hidayatullah, Agustus 2012 - Ramadhan 1433 H
***
(AniqAds. #SyawalSale)
Facebook.com/AniqUniq - Twitter (@bundaniq)
0 comments:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !