Persaudaraan Hingga Akhir
Ahad, 01 Rabiul Awwal 1437 H - 13 Desember 2015
Syaikh Abbas
Batawi -rahimahullah- adalah seorang petugas penyelenggara jenazah
terkenal di KSA (Kingdom of Saudi Arabia) . Selama 25 tahun dari sisa usianya ia dihabiskan untuk
mengurusi jenazah kaum Muslimin di kota Jeddah.
Dalam sebuah wawancara yang disiarkan stasiun TV Al-Wathan beliau mengisahkan: "Suatu hari, seperti biasa aku menyiapkan daftar wafat harian.
Tiba-tiba rekan kerjaku memanggilku, "Wahai Syaikh, kita kedatangan
jenazah".
"Baiklah, masukkan keruang pemandian. Aku akan ganti baju terlebih dahulu, setelah itu akan menyusul kalian."
Begitu aku masuk keruang pemandian, Aku mendapati seorang pemuda yang
meminta agar semua orang keluar dari tempat pemandian, tak terkecuali
orang tua dan saudara si mayit.
Kalau saja aku tidak memakai baju kerja pasti dia juga sudah mengusirku. Aku katakan padanya, "Baiklah, aku butuh satu atau dua orang untuk
membantuku memandikan jasad ini". Dengan cepat pemuda itu menjawab,
"Biarkan aku sendiri yang akan membantumu"
Ketika aku mulai membuka
wajah si mayit dan menanggalkan pakainnya satu-persatu, tiba-tiba pemuda
itu menangis histeris. Aku lantas menegurnya. Aku katakan, "Bila engkau tidak sanggup menahan tangis, maka tunggulah di luar, biar orang lain yang membantuku."
"Tidak wahai Syaikh.. Biarkan aku sendiri" jawabnya.
Saat aku menanggalkan pakaian terakhirnya dan mulai menekan perut si
mayit untuk mengeluarkan sisa air atau kotoran, tiba-tiba ia menangis
sejadi-jadinya. "Sudah... Kamu keluar saja." Kataku.
Pemuda itu menimpali, "Tidak.. Biarkan aku sendiri"
"Baiklah.. Kalau kau terus begini maka si mayit akan tersiksa dengan tangisanmu."
Selang berapa lama, rasa penasaran membuatku bertanya: "Apakah engkau kerabatnya?"
Pemuda itu menjawab, "Aku adalah saudaranya, bapaknya sekaligus ibunya".
Aku bertanya lagi, "kalau begitu kamu bukan saudaranya..?" "Kamu mengusir semua orang padahal kamu bukan siapa-siapanya..?"
Pemuda itu menjawab, "Aku lebih dari saudara, ibu dan bapaknya".
Aku semakin merasa aneh. "Baiklah aku akan memandikannya terlebih dahulu."
Setelah proses memandikan selesai, pemuda itu motong kapas dan
mengambilkan untukku segala keperluan pengafanan. Aku sempatkan bertanya
kepadanya, "mengapa ia bisa menangis sekeras itu padahal ia bukan
siapa-siapa bagi si mayit."
Pemuda itu menjawab, "Wahai Syaikh... Apakah engkau pernah mendengar kisah persaudaraan seperti ini..?"
"Sejak dulu kita belajar di bangku SD bersama, kemudian di jenjang SMP
dan SMA juga bersama. Kita lulus dari perkuliahan yang sama . Bahkan
bekerja ditempat yang sama dan qadarullah kita menikahi dua wanita yang
bersaudara."
"Masing-masing dikaruniai putra dan putri. Kita pun tinggal di apartemen yang saling berhadapan. Setiap ke Masjid kita selalu bersama. Kemana-mana selalu bersama."
"Demi Allah... Aku bertanya padamu, apakah di sepanjang usiamu, engkau pernah tau ada persaudaraan seperti ini.?"
"Tidak.. Aku hanya bertemu saudaraku pada moment-moment tertentu saja." jawabku.
"Ya sudah, sekarang semuanya selesai. Masuklah ke dalam Masjid dan perbanyaklah berdoa untuk saudaramu."
Di KSA pemakaman dibagi dalam beberapa deretan yang kami sebut
Syarsurah. Dalam satu deretan terdapat kurang lebih 30 makam yang siap
digunakan. Semuanya bernomor. Setelah jenazahanya disholatkan, kami
memakamkannya Syarsyurah nomor.7, makam nomor 10.
Keesokan
harinya, saat aku mempersiapkan daftar wafat harian. Aku kedatangan
jenazah lagi. Aku langsung masuk ke tempat pemandian, saat itu ayah si
mayat turut hadir.
Ketika kubuka wajahnya, aku pun berguman,
"Sepertinya aku mengenal wajah ini". Aku katakan pada ayahnya, "
Sepertinya pemuda ini tidak asing bagiku."
Tiba-tiba sang ayah
menangis. "Wahai Syaikh....Orang inilah yang kemarin membantumu mengurusi
jenazah sahabatnya. Dia yang membantu mengguntingkan kapas dan kafan
untukmu."
Sontak aku terdiam.
Kemarin dia membantuku mengurusi jenazah sahabatnya, dan kini aku sedang memandikannya.
Selama memandikan jasadnya, air mataku terus mengalir membasahi jasadnya.
Aku terpikirkan betapa kematian datang tak mengenal waktu.
Aku bertanya pada ayahnya.
Bagaimana ia bisa meninggal dunia..? Bagaimana kisahnya..?
Wahai Syaikh..
Sekembalinya dari pemakaman, tepatnya selepas menunaikan sholat Dzuhur
ia meminta kepada istrinya untuk tidak membangunkannya makan siang. Ia
minta supaya diingatkan bila selepas Ashar nanti akan mempersiapkan
segala keperluan takziah untuk sahabatnya.
Beberapa jam kemudian,
istrinya mendapatinya sedang terbaring bertumpu pada lengan kanannya
dalam keadaan tak bernafas. Ia meninggal karena kesedihan yang mendalam
atas kepergian sahabatnya.
Setelah jenazahanya diselenggarakan,
ia pun dimakamkan di Syarsyurah nomor. 7 di makam nomor.11 tepat di
samping sahabatnya. Hanya dinding yang memisahkan meraka.
Masyaallah...
Mereka hidup bersama dan mati pun bersama, semoga mereka dikumpulkan bersama di dalam surga."
(Diterjemahkan dengan sedikit penyelarasan bahasa)
***
(AniqAds. Anique – Gaya Anak Soleh)
Facebook.com/Anique - Twitter (@bundanyaniq)
0 comments:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !