Anak Percaya Orang Tua [Bag.1]
“Mama, aku mau ikut. Habis kalau mama bilang perginya sebentar, pasti
lama,” rengek seorang anak. Sedangkan anak lain berkata, “Kalau di telepon Papa
bilang sudah di jalan menuju rumah, berarti Papa masih lama kok, jadi aku masih bisa main.”
Kalimat-kalimat seperti itu sepintas tampak
biasa. Namun jika direnungkan sungguh bukan hal sepele. Hal tersebut selain
menunjukkan bahwa anak-anak menjadi belajar untuk tidak berkomitmen dengan
waktu, juga menunjukkan hilangnya rasa percaya anak pada kata-kata orangtua.
Banyak orang tua yang ingin solusi instan,
mengatakan sesuatu yang kurang tepat untuk menghindari amukan atau tangisan anak.
Namun jika hal it uterus berulang, bisa menimbulkan rasa tak percaya yang kian
bertumpuk.
Kata-kata orang tuanya menjadi tak bermakna
bagi anak-anaknya.
Padahal, rasa percaya di usia dini (basic trust) merupakan hal yang sangat
fundamental dalam membangun pikiran, komunikasi juga hubungan emosional yang
harmonis antara orang tua dengan anak-anaknya.
Dalam skala lebih luas, kita bisa melihat bahwa
hubungan apapun selalu diawali oleh rasa saling percaya.
Transaksi bisnis hanya bisa berjalan jika ada
rasa percaya. Bank memberikan pinjaman pada nasabahnya karena percaya. Perusahaan
mengangkat dan menerima karyawan juga karena percaya.
Sepasang muda-mudi melangkah ke pelaminan juga
dilandasi kepercayaan. Orang tua memilih sekolah, menentukan dokter, notaris,
tukang, dll pun tak lepas dari asas kepercayaan.
Lalu bagaimana dengan hubungan orang tua dengan
anak-anak, apakah juga dilandasi oleh rasa saling percaya? [Bersambung]
0 comments:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !