Menegakkan Adab Pada Murid
(Sekolah Berasrama (5))
Rabu, 06 Februari 2013/25 Rabiul Awwal 1434 H(Sekolah Berasrama (5))
Perkara
yang tampaknya sepele, tetapi paling sulit kita tegakkan adalah niat
ikhlas karena Allah Ta’ala dan bertujuan hanya untuk meraih ridha Allah
Azza Wa Jalla. Padahal, niat merupakan perkara penting yang dengannya
nilai amal ditentukan.
Begitu pula dalam menuntut ilmu, niat merupakan aspek tak terlihat yang sangat berpengaruh terhadap apa yang akan mereka peroleh selama belajar. Itu sebabnya, pendidik harus senantiasa mengingatkan mereka dengan penuh kesungguhan dan kreativitas.
Seorang pendidik membangun niat pada peserta didik agar mereka siap menjadi murid, yakni pribadi yang aktif berkeinginan sangat kuat terhadap kebaikan, kebenaran dan ilmu. Bukan sekedar mendengar, menerima dan mengingat atau mencerna asaja.
Sejak kapan kita kenalkan anak dengan masalah niat? Sejak jenjang paling awal pendidikan mereka. Lalu kita berusaha menumbuhkan pada diri mereka niat ikhlas itu tahap demi tahap.
Kita menumbuhkan, membangun, menguati, dan merawat niat itu dengan penuh kesungguhan karena niat merupakan masalah yang paling menentukan. Pada saat yang sama, kita perlu kreatif dalam menata niat pada diri murid-murid kita karena sesuatu yang bersifat rutin untuk jangka panjang akan terasa hambar jika kita ingatkan dengan cara yang sama setiap saat.
Mari kita ingat sejenak sabda Nabi Shallahu Alaihi Wassalam (SAW) tentang betapa pentingnya niat, “Sesungguhnya amal perbuatan itu bergantung pada niatnya. Sesungguhnya setiap orang itu mendapat sesuai dengan apa yang ia niatkan.
Barangsiapa berhijrah karena Allah dan RasulNya, maka pahala hijrahnya adalah pahala hijrah karena Allah dan RasulNya. Barangsiapa berhijrah karena ingin mendapat dunia atau karena wanita yang akan ia nikahi, maka ia hanya akan mendapatkan apa yang dituju.”(Riwayat Bukhari & Muslim).
Khusus terkait niat menuntut ilmu, Rasulullah SAW Bersabda: “Barangsiapa mencari ilmu yang seharusnya ditujukan untuk mengharap wajah ‘Azza wa Jalla, lalu tidaklah dia mempelajarinya melainkan untuk mencari keuntungan dunia, maka dia tidak akan mencium aroma surga.”(Riwayat Ahmad, Abu Dawud, Ibnu Majah & Al Hakim).
Maka betapa celaka orang yang bertekun-tekun menuntut ilmu, tapi salah niat, meski yang ia tekuni adalah ilmu dien. Padahal, menuntut ilmu merupakan jalan yang memudahkan seseorang meraih surga, sebagaimana sabda Nabi SAW:”Dan barangsiapa yang meniti jalan untuk mencari ilmu, maka Allah akan memudahkan baginya jalan menuju surga.”(Riwayat Muslim).
Beda niat yang menggerakkannya, beda pula nilainya di sisi Allah ‘Azza Wa Jalla. Jika niat mencari ilmu lurus dan bersih karena Allah Ta’ala, maka baginya ilmu yang penuh barokah; ilmu yang membawa kebaikan bagi yang menguasainya dan bahkan bagi orang lain.
Di sisi lain, lurusnya niat dan kuatnya tekad berpengaruh besar terhadap pribadi murid agar siap berpayah-payah mengejar ilmu. Apa yang mereka dapati di kelas dan berbagai majelis ilmu boleh jadi tidak menyenangkan, cara mengajar guru datar-datar saja, tetapi mereka mampu menikmati proses mencari ilmu tersebut bersebab lurusnya niat dan kuatnya tekad.
Pertanyaannya, apakah yang kita lakukan untuk menumbuhkan, membangun, merawat, dan menguatkan niat anak didik kita? Atau sudahkan kita tumbuhkan kesadaran pada diri mereka tentang niat mencari ilmu?
Begitu pula dalam menuntut ilmu, niat merupakan aspek tak terlihat yang sangat berpengaruh terhadap apa yang akan mereka peroleh selama belajar. Itu sebabnya, pendidik harus senantiasa mengingatkan mereka dengan penuh kesungguhan dan kreativitas.
Seorang pendidik membangun niat pada peserta didik agar mereka siap menjadi murid, yakni pribadi yang aktif berkeinginan sangat kuat terhadap kebaikan, kebenaran dan ilmu. Bukan sekedar mendengar, menerima dan mengingat atau mencerna asaja.
Sejak kapan kita kenalkan anak dengan masalah niat? Sejak jenjang paling awal pendidikan mereka. Lalu kita berusaha menumbuhkan pada diri mereka niat ikhlas itu tahap demi tahap.
Kita menumbuhkan, membangun, menguati, dan merawat niat itu dengan penuh kesungguhan karena niat merupakan masalah yang paling menentukan. Pada saat yang sama, kita perlu kreatif dalam menata niat pada diri murid-murid kita karena sesuatu yang bersifat rutin untuk jangka panjang akan terasa hambar jika kita ingatkan dengan cara yang sama setiap saat.
Mari kita ingat sejenak sabda Nabi Shallahu Alaihi Wassalam (SAW) tentang betapa pentingnya niat, “Sesungguhnya amal perbuatan itu bergantung pada niatnya. Sesungguhnya setiap orang itu mendapat sesuai dengan apa yang ia niatkan.
Barangsiapa berhijrah karena Allah dan RasulNya, maka pahala hijrahnya adalah pahala hijrah karena Allah dan RasulNya. Barangsiapa berhijrah karena ingin mendapat dunia atau karena wanita yang akan ia nikahi, maka ia hanya akan mendapatkan apa yang dituju.”(Riwayat Bukhari & Muslim).
Khusus terkait niat menuntut ilmu, Rasulullah SAW Bersabda: “Barangsiapa mencari ilmu yang seharusnya ditujukan untuk mengharap wajah ‘Azza wa Jalla, lalu tidaklah dia mempelajarinya melainkan untuk mencari keuntungan dunia, maka dia tidak akan mencium aroma surga.”(Riwayat Ahmad, Abu Dawud, Ibnu Majah & Al Hakim).
Maka betapa celaka orang yang bertekun-tekun menuntut ilmu, tapi salah niat, meski yang ia tekuni adalah ilmu dien. Padahal, menuntut ilmu merupakan jalan yang memudahkan seseorang meraih surga, sebagaimana sabda Nabi SAW:”Dan barangsiapa yang meniti jalan untuk mencari ilmu, maka Allah akan memudahkan baginya jalan menuju surga.”(Riwayat Muslim).
Beda niat yang menggerakkannya, beda pula nilainya di sisi Allah ‘Azza Wa Jalla. Jika niat mencari ilmu lurus dan bersih karena Allah Ta’ala, maka baginya ilmu yang penuh barokah; ilmu yang membawa kebaikan bagi yang menguasainya dan bahkan bagi orang lain.
Di sisi lain, lurusnya niat dan kuatnya tekad berpengaruh besar terhadap pribadi murid agar siap berpayah-payah mengejar ilmu. Apa yang mereka dapati di kelas dan berbagai majelis ilmu boleh jadi tidak menyenangkan, cara mengajar guru datar-datar saja, tetapi mereka mampu menikmati proses mencari ilmu tersebut bersebab lurusnya niat dan kuatnya tekad.
Pertanyaannya, apakah yang kita lakukan untuk menumbuhkan, membangun, merawat, dan menguatkan niat anak didik kita? Atau sudahkan kita tumbuhkan kesadaran pada diri mereka tentang niat mencari ilmu?
Menghormati Guru dan Bersabar Dalam Memungut Ilmunya.
Imam Syafi’i Rahimakumullah menasehati para penuntut ilmu, “Wahai saudaraku, ilmu tidak akan diperoleh kecuali dengan enam perkara yang saya beritahukan perinciannya:
1. Kecerdasan
2. Semangat
3. Sungguh-sungguh
4. Biaya
5. Bersahabat (belajar) dengan Ustadz
6.Membutuhkan waktu yang lama.”
Merupakan tugas guru untuk menumbuhkan
pada diri anak kesadaran untuk mengerahkan kecerdasannya secara optimal
dalam menyerap ilmu dan mengambil manfaat dari penjelasan guru.
Pada saat yang sama, guru secara serius dan terencana membangkitkan semangat murid untuk belajar; bukan semata mengajar dengan cara menarik, tetapi terutama bagaimana murid memiliki semangat yang tak putus-putus, meski terik matahari sedang menyengat.
Tugas guru menumbuhkan semangat dalam diri anak. Bukan sekadar karena suasana yang kondusif. Dan ini perlu dilakukan di awal anak masuk sekolah, lalu merawatnya hingga masa-masa berikutnya sehingga anak yang semula tidak bergairah di kelas, berubah menjadi sangat merindukan belajar bersama guru.
Pada saat yang sama, guru secara serius dan terencana membangkitkan semangat murid untuk belajar; bukan semata mengajar dengan cara menarik, tetapi terutama bagaimana murid memiliki semangat yang tak putus-putus, meski terik matahari sedang menyengat.
Tugas guru menumbuhkan semangat dalam diri anak. Bukan sekadar karena suasana yang kondusif. Dan ini perlu dilakukan di awal anak masuk sekolah, lalu merawatnya hingga masa-masa berikutnya sehingga anak yang semula tidak bergairah di kelas, berubah menjadi sangat merindukan belajar bersama guru.
Nah.
Jika semangat belajar sudah tumbuh dengan baik, maka bekal berikutnya yang harus ditanamkan oleh guru adalah kesediaan murid untuk bersungguh-sungguh dalam menuntut ilmu.
Inilah bekal awal yang perlu mendapat perhatian utama dari guru dan lembaga pendidikan. Di antara bentuk kesungguhan itu adalah kesediaan murid untuk mendahulukan kepentingan pembiayaan belajar daripada pemenuhan keinginan atau bahkan kebutuhan yang lain.
Ini bukan berarti keberhasilan sekolah ditentukan oleh biaya yang mahal, tetapi lebih kepada bagaimana murid bersedia menyisihkan uangnya untuk menuntut ilmu lebih daripada pemenuhan keinginan terhadap makanan, pakaian, dan lainnya.
Terkait dengan ini, ada tugas penting yang perlu dilakukan oleh guru bersama lembaga pendidikan untuk membekali murid dengan kemampuan men-tasharruf-kan harta dengan tepat sesuai tuntunan syariat.
Wujud lain kesungguhan menuntut ilmu adalah kesediaan meluangkan waktu yang lama dalam belajar. Kesadaran bahwa tiap-tiap ilmu memerlukan waktu panjang untuk menguasainya dengan benar-benar matang juga penting dalam menjaga semangat.
Jika kesadaran itu ada, maka murid akan lebih mampu bersabar. Mereka tidak cepat putus asa.
Pada akhirnya, kita harus menanamkan keinginan yang kuat pada diri murid agar bersahabat dengan guru, yakni berusaha dengan sungguh-sungguh untuk menghormati guru, mendengarkan dengan penuh perhatian dan menjadikan guru ridha kepadanya.
Inilah penentu sukses pendidikan. Selaras dengan itu, guru pun bertanggung jawab menjadikan murid memiliki penghormatan yang tulus. Guru harus menanamkan sikap ini bukan karena menginginkan penghormatan, tetapi karena sadar betul bahwa ia harus menyiapkan murid untuk memiliki bekal sukses dalam menuntut ilmu, yakni menghormati guru.
Mari kita ingat kembali 3 bekal sukses sebagai murid, yakni percaya kepada guru, menghormati (memuliakan) guru serta memiliki ikatan emosi yang sangat kuat terhadap guru.
Bantulah mereka agar dapat memiliki 3 bekal tersebut dengan menanamkan kesadaran, menginspirasi dan menegakkan manner & etiquettes (adab) terhadap guru, baik di sekolah maupun di kelas. Dalam hal ini, sekolah harus memiliki aturan dan batasan efektif. Wallahu’alam bish-shawab.
Inilah bekal awal yang perlu mendapat perhatian utama dari guru dan lembaga pendidikan. Di antara bentuk kesungguhan itu adalah kesediaan murid untuk mendahulukan kepentingan pembiayaan belajar daripada pemenuhan keinginan atau bahkan kebutuhan yang lain.
Ini bukan berarti keberhasilan sekolah ditentukan oleh biaya yang mahal, tetapi lebih kepada bagaimana murid bersedia menyisihkan uangnya untuk menuntut ilmu lebih daripada pemenuhan keinginan terhadap makanan, pakaian, dan lainnya.
Terkait dengan ini, ada tugas penting yang perlu dilakukan oleh guru bersama lembaga pendidikan untuk membekali murid dengan kemampuan men-tasharruf-kan harta dengan tepat sesuai tuntunan syariat.
Wujud lain kesungguhan menuntut ilmu adalah kesediaan meluangkan waktu yang lama dalam belajar. Kesadaran bahwa tiap-tiap ilmu memerlukan waktu panjang untuk menguasainya dengan benar-benar matang juga penting dalam menjaga semangat.
Jika kesadaran itu ada, maka murid akan lebih mampu bersabar. Mereka tidak cepat putus asa.
Pada akhirnya, kita harus menanamkan keinginan yang kuat pada diri murid agar bersahabat dengan guru, yakni berusaha dengan sungguh-sungguh untuk menghormati guru, mendengarkan dengan penuh perhatian dan menjadikan guru ridha kepadanya.
Inilah penentu sukses pendidikan. Selaras dengan itu, guru pun bertanggung jawab menjadikan murid memiliki penghormatan yang tulus. Guru harus menanamkan sikap ini bukan karena menginginkan penghormatan, tetapi karena sadar betul bahwa ia harus menyiapkan murid untuk memiliki bekal sukses dalam menuntut ilmu, yakni menghormati guru.
Mari kita ingat kembali 3 bekal sukses sebagai murid, yakni percaya kepada guru, menghormati (memuliakan) guru serta memiliki ikatan emosi yang sangat kuat terhadap guru.
Bantulah mereka agar dapat memiliki 3 bekal tersebut dengan menanamkan kesadaran, menginspirasi dan menegakkan manner & etiquettes (adab) terhadap guru, baik di sekolah maupun di kelas. Dalam hal ini, sekolah harus memiliki aturan dan batasan efektif. Wallahu’alam bish-shawab.
Faudzil Adhim
Suara Hidayatullah Edisi 02 | XXV | Juli 2012/ Sya’ban 1433, Hal 72 - 73
0 comments:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !